Penerbitan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 30 tahun 2012
tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara
Republik Indonesia yang disahkan pada tanggal 27 Desember 2012
membuktikan kelemahan dan ketidakmampuan pemerintah dalam mengatur dan
mengoptimasi pengelolaan sumberdaya perikanan nasional untuk kepentingan
dalam negeri. Beleid ini menampung pasal-pasal kontroversi yang
membolehkan kapal ikan pukat cincin skala besar berbobot mati diatas
1.000 GT untuk menangkap ikan di perairan Indonesia dan mengakut hasil
tangkapan untuk didaratkan di pelabuhan luar negeri. Kebijakan ini
seakan melegalkan praktek IUU Fishing yang ditengarai masih marak di
perairan Indonesia. Permen KP ini juga keluar ditengah keluhan kalangan
industri perikanan nasional yang kekurangan bahan baku serta upaya
Kementerian Kelautan dan Perikanan sendiri untuk menggalakkan
industrialisasi perikanan sampai tahun 2014 nanti. Dari sisi pengawasan
perikanan, dapat dipastikan implementasi Permen ini akan makin berat
karena ketersediaan dan kondisi kapal pengawas perikanan yang sangat
minim dengan waktu pengawasan atau hari layar yang hanya 113 hari dalam
setahun ini.
Upaya mengelola perikanan nasional memang seharusnya memberikan ruang
bagi swasta untuk berpartisipasi. Namun, sektor perikanan Indonesia oleh
beberapa pihak dianggap belum memiliki daya saing dan berbiaya tinggi.
Biaya operasi yang tinggi, kondisi infrastruktur perikanan, sistim
perizinan, makin jauhnya wilayah tangkapan, perubahan cuaca dan iklim
yang makin tidak terduga serta kesemrawutan birokrasi pusat dan daerah
dalam mengelola perikanan merupakan belenggu yang dihadapi oleh sektor
swasta perikanan. Internal pemerintah sendiri masih sulit untuk mengurai
permasalahan yang ada. Program 1000 kapal Inka Mina berbobot 30 GT yang
telah memasuki tahun ke-4 dilaporkan belum memberikan efek apa-apa
dalam produksi perikanan tangkap. Beragam permasalahan muncul dalam
program ini sehingga perlu dievaluasi terutama dalam aspek pelaksanaan
di lapangan. Keberadaan 2 BUMN Perikanan yang ada saat ini juga belum
berkontribusi bagi pendapatan negara. Upaya revitalisasi BUMN Perikanan
yang dilakukan oleh Kementerian BUMN belum lama ini diharapkan akan
menjadi angin segar bagi BUMN untuk dapat lebih efisien. Alih-alih
membereskan permasalahan fundamental perikanan, kelahiran Permen 30
ibarat jauh panggang dari api.
Mengingat keberadaan Permen 30 telah memicu kontroversi panjang
stakeholder perikanan dalam sebulan ini, maka sudah sepantasnya Menteri
Kelautan dan Perikanan mendengar masukan para pihak untuk segera
melakukan revisi Permen tersebut. Memperkuat struktur armada perikanan
dalam negeri, pemanfaatan teknologi perikanan, mempercepat pembangunan
infrastruktur perikanan dengan memperbesar pos belanja modal dalam APBN
dan memberikan insentif yang lebih besar pada pelaku usaha dalam negeri
untuk berusaha di bidang perikanan merupakan langkah strategis yang
perlu diambil. Memberikan keleluasaan pada pihak lain yang tidak
bertanggungjawab untuk mengambil ikan di perairan Indonesia adalah
tindakan yang keliru. Visi negara maritim Indonesia jangan kemudian
dikerdilkan melalui penerbitan aturan yang pelaksanaannya akan sulit
dilakukan dan berpotensi merugikan Negara. Cukup sudah pengusaaan
pemodal kuat menguasai sektor-sektor strategis perekonomian bangsa ini.
Kini saatnya pengelolaan sektor kelautan dan perikanan untuk bangkit,
fokus dan terarah dalam kerangka penguatan ekonomi nasional. Jika tidak,
maka selamanya kita akan terus terpuruk.\
sumber : http://dfw.or.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar