Jadilah yang Pertama

"baik atau buruk informasi yang anda sampaikan, yang pertama akan selalu diingat"

Rabu, 15 Mei 2013

Raja Ampat, Bukti Keberhasilan Konsep Blue Economy




Menyebut kawasan konservasi Raja Ampat, terbayang kemilau keindahan pemandangan bawah laut yang tiada duanya. Kawasan ini memang menjadi pusat keanekaragaman hayati terumbu karang dunia. Dimana laut sekitar Kepulauan Raja Ampat memiliki keragaman spesies laut terkaya di dunia, termasuk 75% dari semua spesies karang yang dikenal. Keindahan Raja Ampat tentu tidak hanya untuk dinikmati saat ini saja, tetapi juga harus dipikirkan bagaimana keberlanjutannya bagi generasi mendatang.

Potensi kawasan konservasi Raja Ampat tersebut masih sangat besar. Oleh sebab itu untuk menjaganya, diperlukan langkah-langkah strategis yang mampu mengawinkan antara pariwisata, keberlanjutan dan pertumbuhan ekonomi, ujar Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C. Sutardjo, pada saat kunjungan kerja di kawasan konservasi Raja Ampat, Papu, Sabtu (27/4/2013)

Sharif menegaskan, konsep tersebut sudah diterapkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui program Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP), yang sudah masuk tahap III atau COREMAP III dimulai pada tahun 2013 dan berakhir pada 2017.

Pada tahap II, Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang pada kurun waktu 2003 hingga 2011, salah satu lokasinya di Kabupaten Raja Ampat. Melalui program ini, aktivitas pengelolaan kawasan konservasi perairan dilakukan secara kolaboratif berbasis masyarakat, berbagai mata pencaharian alternatif dikembangkan, monitoring kondisi kesehatan ekosistem terumbu karang dilakukan secara berkala, serta meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya secara lestari dan berkelanjutan.

Sharif menjelaskan, wujud nyata program Coremap banyak dinikmati masyarakat. Dimana kabupaten Raja Ampat meliputi 39 kampung. Di setiap kampung tersebut memiliki suatu Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang (LPSTK) dengan Rencana Pengelolaan Terumbu Karang (RPTK). LPSTK ini mengelola dana Village Grant untuk pembangunan fisik di kampung, yang besarannya berkisar Rp50-Rp 100 juta.

Disamping itu terdapat Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang mengelola dana Seed Fund (dana bergulir) di setiap kampung, yang besarannya berkisar Rp. 50-Rp 100 juta. Dana ini dimanfaatkan masyarakat untuk menunjang mata pencaharian alternatif masyarakat. Berbagai macam mata pencaharian alternatif yang dikembangkan di lokasi COREMAP II diantaranya, ikan asin, budidaya teripang, usaha minyak kelapa, usaha kue, usaha kerajinan tangan. Selain itu, terdapat beberapa Kelompok Masyarakat (pokmas) di setiap kampung, antara lain Pokmas Konservasi dan Pengawas, Pokmas Usaha dan Produksi dan Pokmas Pemberdayaan Masyarakat, paparnya.

Sharif kembali menegaskan, di kawasan segitiga terumbu karang seperti kepulauan Raja Ampat, yang sebagian besar wilayahnya adalah laut, pembangunan berkelanjutan melalui pendekatan blue economy adalah sebuah keniscayaan. Terutama dengan pendekatan blue economy akan mendorong kita untuk mengelola sumberdaya alam secara efisien melalui kreativitas dan inovasi teknologi. Konsep ini juga dapat membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat, mengubah kemiskinan menjadi kesejahteraan serta mengubah kelangkaan menjadi kelimpahan. "Dan konsep blue economy ini mulai terwujud di Raja Ampat," pungkasnya.

Beritanya bisa di lihat di sini http://wartaekonomi.co.id/berita9792/menteri-kelautan--perikanan-raja-ampat-bukti-keberhasilan-konsep-blue-economy.html

Tidak ada komentar:

Entri Populer