Jadilah yang Pertama

"baik atau buruk informasi yang anda sampaikan, yang pertama akan selalu diingat"

Kamis, 28 Februari 2013

Ikan Tuna Semakin Menipis !!!


Populasi ikan tuna di Samudra Hindia semakin berkurang. Ukuran tubuhnya juga kian mengecil. Mengapa demikian?



Tekanan tangkapan yang berlebihan menjadi salah satu penyebab menurunnya hasil tangkapan ikan tuna di Samudra Hindia. Hasil pemantauan peneliti dari Loka Penelitian Perikanan Tuna (LPPT), Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP), Kementerian Kelautan dan Perikanan menunjukkan, ikan tuna di Perairan Samudra Hindia semakin sulit didapat. “Selain sulit didapat, ukurannya lebih kecil, dan jarak tangkapnya kini juga semakin jauh,” ungkap Budi Nugraha, Kepala LPPT Balitbang KP kepada Majalah Sains Indonesia beberapa waktu lalu.
Hasil pemantauan Tim LPPT menyebutkan, hasil tangkapan ikan tuna yang didaratkan di Pelabuhan Benoa pada 2011 hanya 6.326,78 ton. Jumlah tersebut menurun jika dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 7.964,20 ton. ”Jumlah tersebut didapat dari hasil pantauan tim kami di 14 perusahaan penangkap ikan tuna di Pelabuhan Benoa Bali, mulai Januari sampai Juni 2012,” kata Budi.
Untuk mendapatkan data yang valid, setiap kapal yang bongkar tangkapan tuna longline di Pelabuhan Benoa didata, baik jenis kapal penampung maupun penangkap ikan tuna. Observasi ke laut juga pernah dilakukan dengan mengikutkan tenaga peneliti untuk bergabung di kapal milik PT Intimas.
Dari pemantauan tersebut diketahui berat rata-rata ikan tuna yang ditangkap di perairan Samudra Hindia yang meliputi wilayah selatan Pulau Sumatra, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. “Jika pada 2002 berat ikan tuna yang ditangkap rata-rata berbobot di atas 30 kg, sekarang di bawah 25 kg. Ini merupakan indikasi terjadinya overfishing,” kata Budi.
Dengan ukuran tersebut, tentunya tidak sesuai dengan permintaan pembeli yang telah mematok ukuran berat di atas 25 kg. Namun, karena sulitnya mendapatkan ikan tuna, ukuran pun tidak dipermasalahkan dan tetap dibeli. ”Bahkan pernah ada yang berukuran 18 kg, namun tetap dibeli. Mereka terpaksa me-ngambil karena ikan tuna sedang tidak ada,” kata Budi. Selain ukuran yang mengecil, jarak penangkapan juga semakin jauh. “Dulu daerah penangkapan masih dekat, di sekitar 12 sampai 14 lintang selatan, namun sekarang daerah tangkapan sudah semakin menjauh dari pantai,” Budi menjelaskan.
Dulu dengan jarak 12 sampai 14 lintang selatan, dalam waktu satu sampai dua bulan nelayan sudah bisa pulang membawa ikan. Sekarang dibutuhkan waktu yang lebih lama. “Untuk bisa mendapatkan produksi yang sama, mereka sekarang harus beroperasi selama satu tahun di laut,” ujar Budi.
Artikel selengkapnya bisa anda baca di Majalah SAINS Indonesia Edisi 09

Penurunan Ukuran Dewasa yang Matang Gonad Tuna Sirip Kuning 
Di Samudera  Hindia dan Fasifik
Ukuran panjang untuk pertama kali matang gonad pada ikan atau First maturity length, merupakan salah satu acuan utama dalam menentukan ukuran ikan yang layak tangkap.  Meskipun di Indonesia belum ada peraturan dari pemerintah mengenai ukuran ikan yang boleh ditangkap atau ukuran boleh tangkap (UBT) untuk setiap jenis ikan, tetapi informasi UBT seharusnya sudah dapat disosialisasikan berdasarkan data hasil penelitian.  Informasi UBT harus selalu dimutakhirkan karena ukuran ikan berubah sesuai kondisi lingkungannya.  Salah satu kondisi lingkungan yang dapat menyebabkan perubahan ukuran matang gonad ikan untuk acuan UBT adalah tekanan akibat penangkapan yang berlebih (over fishing).  Karena populasi yang semakin berkurang oleh mortalitas penangkapan, maka secara alami ada tuntutan melanjutkan generasi, sehingga suatu jenis ikan akan dewasa lebih cepat secara alami dengan ukuran yang lebih kecil daripada ukuran induk sebelumnya. Salah satu jenis ikan ekonomis penting yang telah diteliti pada beberapa lokasi di bagian tuna sirip kuning Pasifik dan Hindia adalah tuna sirip kuning.  Meskipun belum ada data yang memadai mengenai ukuran pertama kali matang gonad ikan tuna sirip kuning di Indonesia, tetapi beberapa hasil penelitian tersebut dapat mewakili kondisi di Indonesia karena posisi geografis yang di antara tuna sirip kuning Pasifik dan Hindia. 
Jumlah sampel tuna sirip kuning yang diteliti bervariasi yaitu 495 sampai 3.535 ekor, dengan lama penelitian juga bervariasi yaitu beberapa bulan pada musim puncak penangkapan sampai 3 tahun.  Metode pengukurannya adalah mengamati tingkat kematangan gonad (TKG) ikan sampel dan beberapa pengukuran karakter biologis lainnya.  Umumnya penelitian ini dilakukan disepanjang ekuator atau samudra Pasifik dan Hindia yang beriklim tropis, kondisinya kurang lebih sama dengan perairan laut Indonesia.  Dan kemungkinan besar ikan tuna sirip kuning yang diteliti tersebut adalah tuna yang akan dan telah bermigrasi melewati perairan Indonesia, yaitu dari Pasifik pada bagian timur dan utara Indonesia menuju Hindia bagian selatan dan barat Indonesia.
Data yang dikumpulkan tersebut merupakan hasil penelitian dilaksanakan mulai tahun 1989 – 2010.  Jadi ada tren data selama 21 tahun.  Jika data ukuran Lm tersebut diregresikan secara sederhana dengan hanya mengambil ukuran Lm terbesar pada tahun yang sama, maka tren ukuran Lm dapat dilihat pada gambar grafik berikut:

Penurunan ukuran Lm dapat dilihat pada grafik trendline di atas dan nilai regresi yang positif (0,3556) yang menunjukkan hubungan linier penurunan Lm dari tahun ke tahun.  Penurunan ukuran induk ikan tuna sirip kuning dapat disebabkan beberapa faktor diantaranya jumlah makanan yang tidak mencukupi, sifat genetik yang berubah, penyakit dan tekanan eksploitasi yang menurunkan jumlah populasi sehingga harus memijah lebih cepat.  Sumber tulisan ini belum mengkaji faktor-faktor ini, tetapi asumsi yang paling memungkinkan terjadi adalah penurunan ukuran ini disebabkan oleh tekanan eksploitasi ikan tuna secara besar-besaran yang terjadi selama dua dekade terakhir.  Penangkapan tuna semakin massif di seluruh bagian lautan di seluruh dunia, mulai dari daerah perairan laut dekat pesisir oleh nelayan kecil sampai bagian samudera yang luas dan terjauh oleh kapal-kapal tuna longline besar.  

Penangkapan ikan tuna dilakukan hampir setiap hari sepanjang tahun, dimana sebagian besar belum dibatasi ukuran, jumlah dan lokasinya.  Berdasarkan hal ini, pengaturan penangkapan ikan tuna oleh pemerintah semakin dibutuhkan untuk menjaga keberlangsungan stok dan kesinambungan mata pencaharian nelayan, khususnya di Indonesia.  Data ini dapat memberikan gambaran dan informasi awal mengenai UBT ikan tuna sirip kuning di Indonesia.  Data hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya penurunan ukuran dewasa yang matang gonad dari tahun ke tahun.  Berikut ini adalah data First maturity length(Lm) berdasarkan ukuran panjang cagak atau fork length (FL) dari hasil beberapa penelitian biologi reproduksi ikan tuna sirip kuning yang tertangkap di tuna sirip kuning Pasifik dan Hindia, beserta peneliti dan waktu penelitiannya.

Tahun
Penelitian
FL (cm)
Peneliti
Lokasi
1989
140.00
Shung (1973) dan Stequer and Marsac
Indian Ocean
1991
120.00
Hassani and Stequert
Indian Ocean
1991
115.00
McPherson
Western Pacific Ocean
1991
108.00
Bashmaker
Westen Indian Ocean
1995
105.00
Itano
Western Tropical Pacific Ocean
1998
92.00
Schaefer
Eastern Pascific Ocean
1999
134.50
Froese
Indian Ocean
2000
134.50
Itano
western tropical Pacific
2000
104.00
Romena
Indian Ocean
2002
116.31
Chi-lu Sun, Wei-Ren Wang and Suzan Yeh
Western Pacific
2002
95.00
Prathibha rohit and K. Rammohan
Andhara Coast, Indian Ocean
2003
110.00
Nootmorn, Yakoh and Kawises
Eastern Indian Ocean
2003
104.95
IOTC
 Indian Ocean
2005
120.20
Fonteneau
 Indian Ocean
2005
100.00
Zhu Guoping dan Xu Liuxiong
West-central Indian ocean
2008
100.00
Zhu et al dan SPC
Indian Ocean
2009
100.00
IOTC
Indian Ocean
2010







77.80
IOTC
Western and central Indian Ocean



Sumber : 
Majalah Sains indonesia.

Dikutip dari tulisan : Muhammad Yusuf, Koordinator Sains dan Pelatihan Perikanan, WWF-Indonesia – myusuf@wwf.or.id





Rabu, 27 Februari 2013

Sistem Logistik Ikan Mulai Diterapkan



JAKARTA, KOMPAS.com - Sistem logistik ikan nasional mulai diterapkan tahun ini. Logistik perikanan bertujuan efisiensi biaya transportasi guna mendorong distribusi pasokan ikan dari industri hulu ke hilir, serta menggerakkan industri pengolahan ikan.    

Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Saut Hutagalung, di Jakarta, Rabu (9/1/2013), mengemukakan, tahap pertama perbaikan sistem logistik ikan nasional dilakukan dengan membuat dua koridor distribusi ikan dari lumbung ikan ke sentra olahan.
Dua koridor itu meliputi jalur timur-barat, yakni Maluku-Jawa Timur dan jalur utara-selatan yakni Kendari-Jawa Timur. Pasokan ikan dari Kendari akan ditopang oleh Bau-bau (Sulawesi Tenggara), Banggai Kepulauan (Sulawesi Tengah), dan wilayah sekitarnya. Sedangkan, pasokan ikan di Maluku ditopang oleh Ambon dan sekitarnya.
Saut menambahkan, pihaknya berencana membangun gudang pendingin  pada pelabuhan-pelabuhan perikanan di Kendari berkapasitas 500 ton, Bau-bau dan Banggai Kepulauan berkapasitas 50-100 ton, Ambon 500 ton, Brondong (Jawa Timur), dan Jakarta berkapasitas masing-masing 1.000-2.000 ton.
"Pembangunan gudang pendingin ikan untuk mengantisipasi kelebihan pasokan ikan pada musim puncak dan kekurangan stok pada musim paceklik," ujarnya.   Selain itu, mengembangkan sistem transportasi berupa armada pengangkutan ikan dari sentra produksi ke sentra olahan.
Bulan Januari-Maret 2013, perencanaan teknis dilakukan, sedangkan operasional pada bulan April-November 2013. Pihaknya bekerjasama dengan asosiasi kapal pengangkut ikan.




RAKORNAS KKP 2013



RUMUSAN RAPAT KOORDINASI NASIONAL 
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 
DI HOTEL BOROBUDUR - JAKARTA 
19 - 22 FEBRUARI 2013 

Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Tahun 2013 dengan tema Pembangunan Kelautan dan Perikanan untuk Penguatan Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat melalui Industrialisasi dengan Pendekatan Ekonomi Biru (Blue Economy) dilaksanakan di Hotel Borobudur Jakarta pada 19-22 Februari 2013 yang dibuka secara resmi oleh Menteri Kelautan dan Perikanan dan diikuti oleh peserta dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi, Bappeda Provinsi, Badan Koordinasi Penyuluhan, Dinas Pekerjaan Umum Provinsi, Dinas Kabupaten/Kota yang menangani kelautan dan perikanan, Unit Pelaksana Teknis KKP, Kementerian Negara/Lembaga terkait, LSM, Asosiasi, Perguruan Tinggi, serta Eselon I, II dan III KKP. 
Berdasarkan : 
1. Arahan Menteri Kelautan dan Perikanan 
2. Arahan Wakil Ketua Komisi IV DPR-RI 
3. Arahan Wakil Menteri PPN/Bappenas 
4. Diskusi panel bersama Deputi VII Bidang Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengeluaran Negara, Staf Ahli Menteri Pekerjaan Umum Bidang Keterpaduan Infrastruktur, dan Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri. 
5. Diskusi Menteri Kelautan dan Perikanan bersama Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia, Deputi Fiskal dan Moneter Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi. 
6. Diskusi panel bersama seluruh pejabat Eselon I KKP. 
7. Sidang Kelompok membahas 3 (tiga) tantangan utama pembangunan kelautan dan perikanan: 
a. Pembiayaan dan akses permodalan. 
b. Infrastruktur. 
c. Sinergi Hulu-Hilir. 

Adapun hasil rumusan Rakornas KKP Tahun 2013 adalah sebagai berikut: 
Menteri Kelautan dan Perikanan menetapkan Minapolitan, Industrialisasi, dan Blue Economy sebagai pilar dasar paradigma pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2013-2014 dengan memperhatikan faktor kawasan, modernisasi dan lingkungan, dengan pendekatan KKP incorporated. Rakornas KKP tahun 2013 menyepakati bahwa 3 pilar tersebut akan menjadi bahan utama rumusan RPJMN 2015-2019. 

1. PELAKSANAAN PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2012 DAN PEMANTAPAN TAHUN 2013 

a. Selama tahun 2012, KKP telah melaksanakan program dan kegiatan yang mendukung 5 (lima) prioritas pembangunan nasional dan telah menunjukkan kinerja yang baik, diantaranya pertumbuhan PDB perikanan yang melebihi PDB nasional, surplus neraca perdagangan ekspor impor perikanan, dan swasembada garam. Disamping itu, masih terdapat kinerja yang perlu ditingkatkan yakni Nilai Tukar Nelayan/Pembudidaya Ikan. 
b. Dalam rangka pemantapan pelaksanaan program dan kegiatan tahun 2013, Rakornas KKP tahun 2013 sepakat untuk: 
1. Mengawal percepatan pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang akan dipantau oleh UKP4 dan percepatan pelaksanaan anggaran yang akan dipantau oleh TEPPA. 
2. Mempercepat pencapaian target kinerja output dan outcome yang telah ditetapkan. 
3. Meningkatkan koordinasi dalam implementasi lintas sektor dan sinergi antara pusat dan daerah pada kegiatan prioritas yang mencakup Peningkatan Kehidupan Nelayan, Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP), Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR), dan Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT), antara lain melalui pendampingan, penyuluhan, dan pelatihan melalui Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan (P2MKP). 
4. Pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2013 dengan paradigma Minapolitan dan Industrialisasi berbasis Blue Economy dilaksanakan di kawasan percontohan Nusa Penida dan Lombok Timur dan beberapa komoditas unggulan yaitu udang, patin, bandeng, rumput laut, dan Tuna Tongkol Cakalang (TTC). 
5. Meningkatkan sinergi Dinas Kelautan dan Perikanan dengan Badan Koordinasi Penyuluhan untuk pendampingan penyuluhan. 
6. Mempersiapkan pelaksanaan pengembangan industrialisasi dengan pendekatan Blue Economy tahun 2014 secara penuh. 

2. RENCANA PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2014 

a. Arah kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2014 ditujukan dalam rangka penguatan ekonomi dan kesejahteraan rakyat melalui industrialisasi dengan pendekatan Blue Economy, meliputi: 
1) Peningkatan daya saing perikanan melalui peningkatan produktivitas, efisiensi, kualitas produk, dan nilai tambah produk. 
2) Pengembangan dan pengawasan sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan dan ketertelusuran (traceability) produk hasil perikanan dan jaminan ketersediaan bahan baku ikan untuk konsumsi dan industri. 
3) Pengembangan sumber daya manusia kelautan dan perikanan. 
4) Penguatan iptek kelautan dan perikanan. 
5) Peningkatan kesejahteraan nelayan, pembudidaya, pengolah dan pemasar hasil perikanan, petambak garam, dan masyarakat pesisir lainnya. 
6) Percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi sektor kelautan dan perikanan di Koridor Ekonomi. 
7) Konservasi dan rehabilitasi sumberdaya kelautan dan perikanan serta pengelolaan pulau-pulau kecil dan upaya adaptasi dan mitigasi bencana dan perubahan iklim untuk wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. 
8) Penguatan pengawasan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan. 

b. Target kinerja utama KKP tahun 2014 adalah tercapainya: 
1) Pertumbuhan PDB Perikanan sebesar 7,25 %. 
2) Produksi perikanan sebesar 22,39 juta ton dan produksi garam rakyat sebesar 3,03 juta ton. 
3) Nilai ekspor hasil perikanan sebesar USD 6,0 miliar. 
4) Konsumsi ikan per kapita sebesar 38,00 kg/kapita. 
5) Nilai Tukar Nelayan dan Pembudidaya Ikan sebesar 112. 
6) Jumlah penolakan ekspor hasil perikanan per negara mitra <10 kasus. 
7) Penambahan luas Kawasan Konservasi Laut dan Perairan sebesar 500 ribu ha. 
8) Jumlah pulau–pulau kecil termasuk pulau kecil terluar yang dikelola sebanyak 30 pulau. 
9) Persentase wilayah perairan yang bebas IUU Fishing dan kegiatan yang merusak sumber daya kelautan dan perikanan sebesar 50%. 

Target kinerja utama tahun 2014 yang telah disusun oleh KKP selanjutnya akan ditindak lanjuti oleh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk dijabarkan lebih lanjut dan disampaikan pada Rapat Kerja Teknis seluruh Eselon I bersama daerah. 

c. Prioritas pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2014 dalam kerangka Minapolitan, Industrialisasi, dan Blue Economy, meliputi : 
1) Pengembangan kawasan: 
· Akselerasi dan pemantapan pelaksanaan Minapolitan dan tindak lanjut percepatan pengembangannya melalui strategi industrialisasi. 
· Peningkatan nilai tambah dan sinergi hulu-hilir usaha ekonomi kelautan dan perikanan berbasis komoditas dan kawasan. 
· Mendorong inovasi dan partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan. 
2) Percepatan pelaksanaan pengentasan kemiskinan di sektor kelautan dan perikanan dalam rangka pelaksanaan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI): 
· Memfasilitasi Kelompok Usaha Kelautan dan Perikanan dalam mengakses kredit program pemerintah (KUR dan KKP-E), lembaga keuangan Bank dan bukan Bank. 
· Pelaksanaan PNPM Mandiri Kelautan dan Perikanan (PUMP, PUGAR dan PDPT) sesuai roadmap dan kriteria yang telah ditetapkan. 
· Pelaksanaan program Peningkatan Kehidupan Nelayan (PKN) di 116 lokasi Pangkalan Pendaratan Ikan serta memastikan kegiatan lintas sektor dapat terlaksana. 
3) Pengembangan sarana dan prasarana kelautan dan perikanan, dan dalam rangka mendukung Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) di 3 (tiga) Koridor Ekonomi, Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (P4B) dan Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional: 
· Pengembangan infrastruktur kelautan dan perikanan melalui peningkatan koordinasi dan sinergisitas lintas sektor dan Pemerintah daerah. 
· Mendukung pencapaian pembangunan infrastruktur di 3 (tiga) Koridor Ekonomi MP3EI, P4B, dan Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional. 
4) Peningkatan penguasaan Iptek: 
· Peningkatan kapasitas litbang dalam rangka akselerasi industrialisasi, perluasan jangkauan dan penerapan Iptek di masyarakat. 
5) Penguatan kapasitas SDM KP: 
· Pendidikan dan pelatihan vokasi berbasis kompetensi. 
· Penyuluhan partisipatif mendorong penumbuhan kelompok mandiri. 
· Pemetaan potensi lapangan kerja di daerah. 
· Peningkatan ratio penerimaan anak pelaku usaha/utama untuk mengikuti pendidikan. 
6) Pengembangan karantina ikan dan pengendalian mutu 
· Pengembangan karantina dan penerapan sistem jaminan kesehatan mutu dan keamanan pangan dari hulu ke hilir (end product menjadi in process). 
· Pengembangan karantina dan penerapan traceability jaminan kesehatan dan jaminan mutu pada rantai pasok bahan baku produk ekspor. 
7) Peningkatan kualitas lingkungan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil berbasis masyarakat 
· Mendorong Pemda untuk penetapan Kawasan Konservasi Perairan serta peningkatan efektivitas pengelolaannya. 
· Percepatan penyusunan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. 
· Penyusunan strategi nasional pengelolaan pulau-pulau kecil. 
8) Peningkatan pengawasan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan 
· Peningkatan kapasitas dan kapabilitas pengawasan. 
· Peningkatan penaatan peraturan perundang-undangan. 
· Percepatan penataan dan pengembangan kelembagaan, sarana dan prasarana pengawasan. 
· Pengembangan sistem pengawasan terpadu. 
9) Peningkatan kualitas dan cakupan pencatatan data kelautan dan perikanan 

3. REKOMENDASI DAN TINDAK LANJUT UNTUK MENJAWAB TIGA TANTANGAN POKOK: 
a. Pembiayaan dan Akses Permodalan 
1) Gubernur dan Bupati/Walikota melalui SKPD yang menangani kelautan dan perikanan mempersiapkan kelompok penerima PNPM KP yang telah mandiri dan UMKM sektor kelautan dan perikanan lainnya untuk mengakses KUR sebagaimana amanat Inpres No. 3/2010. 
2) Kementerian Kelautan dan Perikanan, Bank Indonesia, dan Pemda: 
a. meningkatkan intensitas komunikasi dengan pihak perbankan. 
b. melakukan pelatihan, penyuluhan dan pendampingan terhadap masyarakat dan mendorong peran aktif Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) untuk mengakses kredit mikro. 
3) Kementerian Kelautan dan Perikanan meminta Komite KUR untuk melakukan perbaikan Standar Operasional Prosedur (SOP) Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR), plafond KUR perikanan, dan pemisahan data debitur oleh bank pelaksana. 
4) Mempercepat operasional LPMU-KP sebagai alternatif sumber pembiayaan.

b. Infrastruktur 
1) Pemerintah dan pemerintah daerah agar menyusun database kebutuhan infrastruktur, rencana induk dan detail engineering design
2) Meningkatkan peran dan sinergi antar K/L terkait, pemerintah daerah, swasta dalam pembangunan infrastruktur kelautan dan perikanan. 
3) Meningkatkan kapasitas pengelolaan, operasional dan pemeliharaan infrastruktur yang telah dibangun. 
4) Mengembangkan infrastruktur penunjang konektivitas dari sentra-sentra kegiatan kelautan dan perikanan. 
5) Pemerintah daerah menyiapkan lembaga pengelola sarana dan prasarana yang dibangun. 
6) Menyiapkan regulasi untuk pengembangan infrastruktur kelautan dan perikanan secara terintegrasi. 
c. Sinergi Hulu-Hilir 
1) KKP dan Pemda mengembangkan sistem informasi, jaringan dan distribusi pemasaran hasil perikanan yang memenuhi standar dari hulu sampai hilir dalam upaya perbaikan tata niaga dan akses pasar. 
2) KKP meningkatkan sinergi dengan sektor lain yang terkait dengan tata niaga dan pengamanan ekonomi berbasis kelautan dan perikanan. 
3) KKP, pemerintah daerah dan stakeholders bersinergi untuk mengembangkan produk bernilai tambah yang menerapkan prinsip-prinsip ekonomi biru, mampu meningkatkan mutu produk dan melakukan inovasi teknologi dalam proses produksi dengan menerapkan zero waste, diversifikasi, dan hemat energi. 
4) KKP, pemerintah daerah dan stakeholders mewujudkan keterkaitan hulu-hilir melalui pola kemitraan antar pelaku usaha perikanan (KKP incorporated). 
5) Meningkatkan peran Pemerintah Daerah dan swasta dalam rangka implementasi Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN) secara bertahap. 
6) KKP dan pemerintah daerah serta instansi terkait mengembangkan penerapan Iptek. 
7) KKP dan pemerintah daerah mengembangkan penguatan kapasitas SDM kelautan dan perikanan, antara lain melalui pemetaan lapangan kerja. 
Hasil rumusan Rakornas KKP 2013 akan dipergunakan sebagai acuan proses perencanaan lebih lanjut. 

Jakarta, 22 Februari 2013 


Tim Perumus 



Sumber :     www.kkp.go.id

Entri Populer